Kartosuwiryo lahir di Cepu, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Blora pada tanggal 7 Januari 1907. Ayahnya seorang mantri candu. Dimasa kecilnya, Kartosuwiryo diketahui memulai pendidikannya di Tweede Inlandsche School. Tamat dari sana, ia kemudian dikirim ke Rembang, Jawa Tengah di Hollandsch Inlandsche School. Tak lama kemudian orang tuanya kemudian menyekolahkan pemimpin Darul Islam itu di Europeesche Lagere School. Itu merupakan sebuah sekolah elit untuk anak belanda dan para bangsawan di Bojonegoro, Jawa Timur. Tamat dari sana, orang tuanya kemudian menyekolahkannya di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), sekolah kedokteran yang berada di Surabaya. Disinilah ia kemudian mulai mengenal dan tertarik dengan dunia pergerakan. Dikutip dari buku Seri Tempo: Kartosuwiryo yang ditulis oleh Tim Buku Tempo (2016), disebutkan bahwa ide-ide kebangsaan bahkan cenderung ‘kiri’ diperolehnya dari buku bacaan sosialisme milik pamannya yang bernama Mas Marco Kartodikromo. Pamannya i
Pada tanggal 24 Maret 1940, di Malangbong, Garut, Komite Pembelaan Kebenaran PSSI menegaskan tujuannya mewujudkan masyarakat hijrah dengan pemimpin-pemimpin yang ahli dan pembela-pembela Islam yang tangguh. Mereka kemudian mendirikan Institut Suffah untuk menyelenggarakan pendidikan modern dan pendidikan kemiliteran. Kemudian terbentuklah organisasi bersenjata Darul Islam. Pada bulan Februari 1948 diadakan konferensi di Cisayom, Jawa Barat, mereka memutuskan untuk menjadikan ideologi Islam dari bentuk kepartaian menjadi bentuk kenegaraan, membubarkan Masyumi Jawa Barat, dan mengangkat Kartosoewirjo menjadi imam seluruh umat Islam Jawa Barat. Dalam bulan itu juga dibentuk Tentara Islam Indonesia (TII) dan Majelis Islam (MI). Pada konferensi di Cijoho tanggal 1 Mei 1948 mereka menyusun suatu tata kenegaraan Islam. Pada konferensi tersebut dibentuk pula Dewan Imamah (Dewan Menteri) dengan S. M. Kartosoewirjo sebagai ketuanya dan Dewan Fatuz (Dewan Pertimbangan Agung),