Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Sheikh Mohammad Abdouh Pemikir Islam Modernis

Panglima Pan-Islamisme yang sinarnya berkilauan adalah Sheikh Mohammad Abdouh, Rektor Universitas Al Azhar dan Seyid Djamaluddin El Afghani (Sukarno, 2015:8). Siapa dan apa Seyid Djamalluddin El Afghani sudah saya sampaikan kemarin, kini giliran Sheikh Mohammad Abdouh. Berikut ini kisah singkatnya menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir dari UIN SGD dan para penulis Barat. Sheikh Mohammad Abdouh (1849-1905). Abdouh lahir di Mesir. Awalnya ia disuruh belajar membaca dan menulis agar dapat membaca dan menghafal Al-Qur'an. Dalam waktu dua tahun ia dapat menghafal Al-Qur'an. Abdouh juga disuruh orangtuanya mempelajari bahasa Arab. Lagi-lagi ia disuruh menghafal. Karena tidak puas dengan metode menghafal di luar kepala itu, Abdouh lari meninggalkan pelajarannya di Tanta. Karena ia yakin belajar tidak betmanfaat baginya, maka ia berniat menjadi petani. Pada tahun 1865, saat berusia 16 tahun, ia menikah. Niatnya menjadi petani tidak dapat diteruskan karena ia dipaksa orangtuanya kembali ke

Djamaluddin El-Afghani

Seyid Djamaluddin El-Afghani (1839-1897). Dalam risalahnya yang berjudul Nasionalisme - Islamisme-Marxi sme yang dimuat pada majalah Suluh Indonesia Muda tahun 1926, Bung Karno menilai Seyid Djamaluddin El Afghani lebih radikal dari Sheikh Mohammad Abdouh (Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, 2005:8). Siapakah Djamaluddin El Afghani ? Berikut ini kisah singkatnya. (Bahan untuk tulisan ini sebagian saya dapat dari tulisan guru saya saat belajar filsafat pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Beliau adalah Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir dari Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung. Artikel beliau berjudul Pemikiran Islam Di Zaman Modern yang termuat pada Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Vol. 4 Berjudul Pemikiran dan Peradaban. Setelah saya banding-banding kan tulisan Prof. Tafsir ini adalah yang paling lengkap yang bisa saya dapatkan. Sebagai pembanding adalah pandangan pakar ke-Islaman dari Barat). Seyid Djamaluddin El Afghani (ejaan ini tetap saya gunak

Islam Adalah ...

Selain tentang kebajikan, Islamisme dapat pula meliputi ideologi atau ajaran tentang hal ikhwal kenegaraan dan kemasyarakatan.  Atas dasar ini muncul istilah Pan-Islamisme yaitu suatu usaha untuk meningkatkan persatuan atau solidaritas di antara negara-negara yang berideologi Islam atau menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai acuannya (Sudibjo, 2004:256). Karena baik Islamisme (ideologi) maupun Pan-Islamisme (persaudaraan) mendasarkan diri pada Islam, perlulah kiranya kita memahami selayang-pandan g apakah yang dimaksud dengan Islam itu. Berikut sebuah wawasan tentang Islam dari Djohan Effendi dalam Ensiklopedi NasionaI Indonesia : Islam secara umum dipahami sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw karena itu beberapa penulis barat menyebutnya Mohammadanism. Perkataan Islam berasal dari kata silm yang berarti damai. Karena itu Islam mengandung makna masuk ke dalam suasan atau keadaan damai dalam kehidupan individual maupun sosial. Sebagai agama, Islam mengajarkan nilai-nila