Langsung ke konten utama

Disiplin Partai


Setelah keliling dunia Pan-Islamisme dari Kabul sampai Istanbul, kini saya ingin mengajak para sahabat pemerhati sejarah untuk kembali ke tanah air.
Sebelumnya sudah saya sampaikan adanya gesekan antara SI dan PKI. Buntut dari pertikaian SI dan PKI pada akhir tahun 1920 akibat tesis Lenin yang mengecam Pan-Islamisme dan Pan Asianisme, akhirnya pada Kongresnya yang ke-6 di bulan Oktober 1921, Sarekat Islam membuat keputusan mengenai Disiplin Partai. Keputusan ini dibuat oleh Haji Agus Salim dan Abdul Muis, karena Tjokroaminoto sedang dalam tahanan sehubungan dengan Peristiwa Garut.
Dengan adanya disiplin partai maka seorang anggota SI tidak mungkin lagi menjadi anggota partai lain. Anggota-anggota PKI kini dikeluarkan dari CSI (Central Sarekat Islam). Anggota Sarekat Islam yang mendukung Semaun-Darsono menyatakan diri keluar dari CSI yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. Mereka kemudian menamakan diri sebagai Sarekat Rakyat atau SI Merah. SI Merah berhaluan Marxis (Purwoko, 2004:418).
Kini SI terpecah-pecah dalam cabang-cabang SI Merah dan SI Putih. Semaun meninggalkan Indonesia menuju Uni Sovyet. Darsono diusir ke luar negri dan pergi ke Shanghai. Di sana ia bertemu Sneevliet (alias Mehring) yang kini menjadi konsultan PKC (Partai Komunis China) setelah diusir dari Hindia Belanda. Dalam kevakuman kepemimpinan PKI (Partai Komunis Hindia), seorang Minangkabau bernama Tan Malaka mengambil alih kepemimpinan PKI dan melakukan beberapa usaha untuk memulihkan kerja sama PKI-SI namun sia-sia.
Pada tahun 1922 meletus pemogokan besar-besaran pertama di dalam serikat buruh pegadaian yang dipimpin oleh Abdul Muis dari CSI. PKI merasa wajib menyatakan dukungannya. Pemogokan tersebut dapat dipatahkan pemerintah hanya dengan memecat pegawai yang mogok. Buntutnya, Abdul Muis dan Tan Malaka kemudian diasingkan.
Pada bulan Mei 1922 Semaun kembali dari luar negeri dan berusaha kembali mendirikan kembali serikat-serikat kerja PKI serta menegakkan kembali pengaruh PKI pada cabang-cabang dan sekolah SI. Pada saat yang sama Tjokroaminoto dibebaskan dari penjara dan dia bertekad untuk melepaskan diri selama-lamanya dari PKI yang telah menyebutnya sebagai seorang pemabuk yang tidak jujur (Ricklefs, 2005:365).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s