Langsung ke konten utama

Abdul Muis Sastrawan Pejuang


Pada tahun 1922 meletus pemogokan besar-besaran pertama di dalam serikat buruh pegadaian yang dipimpin oleh Abdul Muis dari CSI. PKI merasa wajib menyatakan dukungannya. Pemogokan tersebut dapat dipatahkan pemerintah hanya dengan memecat pegawai yang mogok. Buntutnya, Abdul Muis dan Tan Malaka kemudian diasingkan.
Biografi singkat Tan Malaka sudah saya sampaikan. Kini saya ingin menyampaikan informasi yang singkat mengenai Abdul Muis. Abdul Muis lebih terkenal sebagai sastrawan angkatan Balai Pustaka yang terkenal dengan novelnya Salah Asuhan (1928). Padahal ia juga seorang wartawan yang giat dalam pergerakan nasional. Semasa duduk sebagai anggota Volksraad (1920-1924) ia dikenal dengan rasa nasionalismenya yang kuat.
Abdul Muis (1890-1959) dilahirkan di Sungai Puar Bukittinggi, Sumatra Barat pada 3 Juli 1890. Ia adalah mahasiswa Stovia (Sekolah Tinggi Kedokteran) Batavia, namun tidak menamatkannya karena lebih tertarik akan dunia kewartawanan dan pergerakan nasional. Ia adalah tokoh Sarekat Islam yang kerap menyampaikan pidato bernada keras menentang penjajah.
Beberapa lamanya ia bekerja sebagai pegawai negeri, kemudian menerjunkan diri di bidang kewartawanan. Karangannya banyak dimuat dalam harian De Express, berisi kecaman terhadap karangan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia. Karena karangan-karangan itu nama Muis mulai dikenal oleh masyarakat. Kegiatan berpolitik dimulai Muis dalam Sarekat Islam. Ia diangkat sebagai anggota Pengurus Besar. 
Pada tahun 1913 Pemerintah Belanda bermaksud mengadakan perayaan untuk memperingati seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Beberapa orang tokoh pergerakan nasional mendirikan Komite Bumiputera yang berusaha menentang rencana tersebut. Abdul Muis ikut di dalamnya. Karena itu, ia ditangkap oleh Pemerintah Belanda.
Dalam Kongres Sarekat Islam (SI) tahun 1916 Muis menganjurkan agar SI bersiap-siap menempuh cara keras apabila cara lunak dalam menghadapi pemerintah jajahan tidak berhasil. Setahun kemudian, ia diutus ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite Indie Weerbaar untuk membicarakan masalah pertahanan bagi Indonesia sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia I. Selain itu, ia mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda agar di Indonesia didirikan sekolah teknik. Beberapa tahun kemudian di Bandung berdiri Technische Hooge School (sekarang Institut Teknologi Bandung atau ITB).
Muis bersama Agus Salim menegakkan disiplin partai, dengan mengeluarkan para anggota partai yang terpengaruh paham komunis.
Karena sepak terjangnya dalam pergerakan nasional, romannya yang berjudul Salah Asuhan mengalami sensor ketat dan penulisan ulang ketika diterbitkan oleh Balai Pustaka. Romannya tersebut dinilai mengandung nasionalisme yang kuat.
Karya Abdul Muis yang lain adalah novel Pertemuan Jodoh (1933); Surapati (1943) dan Robert Anak Surapati (1953). Ada pula novel untuk anak-anak : Darman Brandal Sekolah dan Kurnia.
Karya terjemahan Abdul Muis antara lain Tom Sawyer Anak Amerika karya Mark Twain (1928), Sebatangkara karya Hector Malot (1932), Don Kisot karya Cervantes (1923), Suku Mohawk Tumpas karya F. Cooper (1949), Tanah Airku karya C.S. Koopman (1950) dan Pangeran Kornel karya R. Memed Sastrahadiprawira ( Sumarjo, ENI Vol. 10, 2004: 393).
Karena kegiatan-kegiatan tersebut, Pemerintah Belanda menangkap dan mengasingkannya di Garut, Jawa Barat. Sesudah Indonesia merdeka ia tetap berada di Jawa Barat. Untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan, didirikannya Persatuan Perjuangan Priangan.
Abdul Muis wafat Bandung, 17 Juni 1959 dan di makamkan di Bandung. Beliau mendapat gelar: Pahlawan Pergerakan Nasional berdasarkan Kepres No.218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s