Langsung ke konten utama

Soerjopranoto Si Raja Mogok

Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000 orang anggota yang dipimpin Semaun. Akan tetapi Si Raja Mogok, Surjopranoto, dari serikat kerja CSI (Central Sarekat Islam), yang menjadi wakil ketua, menggugat kepemimpinan Semaun dan mengusulkan untuk memindahkan pusat PPKB dari Semarang ke Yogyakarta.
Soerjopranoto lahir di Yogyakarta sebagai keturunan bangsawan namun memiliki jiwa kerakyatan. Sejak duduk di sekolah rendah (ELS) ia sering membela kawan-kawannya yang diejek Belanda. Sewaktu bekerja di Tuban, Yogyakarta dan Wonosobo ia sering berselisih dengan rekan sekerjanya bangsa Belanda karena diperlakukan tidak senonoh. Ia bahkan menyobek ijazah sekolah pertanian miliknya dan menyatakan keluar dari statusnya sebagai pegawai negri.
Soerjopranoto melancarkan perjuangannya lewat organisasi Sarekat Islam. Ia terpilih menjadi wakil ketua PPKB (Persatuan Perhimpunan Kaum Buruh) yang terpecah menjadi dua. Satu golongan di bawah naungan SI dan satunya lagi dikuasai Semaun dkk.
Dalam Kongres Nasional Sarekat Islam di Madiun pada Pebruari 1923 nama Sarekat Islam diubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) dan pada tahun 1929 berganti lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Partai ini tidak dapat mempertahankan keutuhannya dan timbullah golongan golongan dalam partai. Golongan Soekiman Wirjosandjojo-Soerjopranoto lebih menekankan asas kebangsaan, sedangkan Tjokroaminoto-Agus Salim lebih menekankan asas Islam. Setelah golongan Soekiman-Soerjopranoto dipecat pada akhir tahun 1932 merekan mendirikan PARII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan baru lima tahun kemudian bergabung dalam PSII kembali.
Soerjopranoto memiliki kecakapan khusus dalam menggerakkan massa. Ia pernah memimpin pemogokan buruh pabrik gula dan buruh pegadaian yang diikuti sekitar 3000 orang. Karena itu oleh Belanda ia digelari sebagai de Stakingskoning atau Raja Pemogokan.
Pada zaman pendudukan Jepang, untuk menghindari ajakan bekerjasama dengan Jepang, ia beralih pekerjaan menjadi guru di Taman Tani, Taman Siswa pimpinan Ki Hajar Dewantara.
Ia memperoleh anugerah Bintang Mahaputra II dan diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional oleh Pemerintah (Soebagijo, 2004: 168).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged