Langsung ke konten utama

Halal bi Halal


Di negara kita Idul Fitri atau Lebaran biasa diisi dengan acara halal bihalal . Halal bihalal bisa dilakukan di tingkat RT/RW, di lingkungan kerja, sekolah, paguyuban, komunitas, trah, keluarga besar, organisasi hingga negara.
Kegiatannya biasanya berisi acara maaf memaafkan di antara sesama warga atau anggota komunitas. Acara seperti ini khas Indonesia karena tidak dijumpai di negara lain.
A. Ide Bung Karno
Salah satu satu versi menyebutkan bahwa Bung Karno yang pertama kali memprakarsai kegiatan ini di Yogyakarta pada tahun 1946 dengan tujuan menyatukan kelompok kelompok dalam masyarakat dalam melawan kolonialisme di era revolusi fisik yang sedang berkecamuk.
B. Prakarsa Mahasiswa Yogyakarta
Ada pula yang mengatakan bahwa halal bihalal merupakan prakarsa para mahasiswa di Yogyakarta saat itu yang merasa prihatin dengan terjadinya persaingan dan konflik politik di dalam masyarakat seperti yang terjadi di Indonesia belakangan ini.
C. Ide K.H. Wahab Chasbullah.
Masdar F. Mas'udi berpendapat bahwa ide ini muncul dari KH Wahab Chasbullah yang dipanggil Bung Karno untuk merumuskan suatu bentuk rekonsiliasi nasional di antara tahun 1946-1948. KH Wahab Chasbullah menyarankan istilah silaturahmi tetapi Bung Karno menganggap istilah itu terlalu umum. Maka dipilihlah istilah halal bihalal. Presiden mengundang seluruh pimpinan kelompok kelompok politik ke istana dalam suasana Lebaran untuk menyatukan gerak langkah menghadapi kolonialisme.
D. Dilakukan KGPA Mangkunegara I.
Ada juga yang mengatakan bahwa halal bihalal sebagai sebuah kegiatan dimulai oleh KGPAA Mangkunegara I atau Sambernyawa dari Puri Mangkunegaran di Solo. Mangkunegara mengundang para bangsawan dan punggawa ke istana untuk sungkeman pada hari raya Idul Fitri.
E. Silaturahmi.
Belakangan istilah halal bihalal banyak dikritik oleh para ustad ahistoris karena dipandang tidak sesuai dengan standar Timur Tengah. Sehingga istilah itu kemudian diganti menjadi silaturrahim.
F. Open House
Belakangan halal bihalal tidak lagi menggunakan istilah silaturrahim mungkin karena dianggap tidak keren. Istilah yang digunakan sekarang adalah open house. Nampaknya istilah ini dimunculkan para birokrat di sekitar istana. Istilah ini sekarang mulai merembes ke bawah. Banyak pejabat di daerah juga menggelar open house. Open house kadang kadang ditulis menjadi oven house ðŸ˜„
G. Makna Halal Bi Halal.
Menurut KH Wahab Chasbullah istilah "halal bi halal" bisa dianalisis dengan dua cara : "thalabu halâl bi tharîqin halâl" adalah : "mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan."
Atau dengan analisis kedua "halâl "yujza'u" bi halâl" adalah : "pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged