Langsung ke konten utama

Idris as Penulis Kalimat-kalimat Bijak

Idris adalah orang pertama yang dikirim sebagai Nabi setelah Adam dan Seth. Ia adalah orang pertama yang menulis dengan pena, ahli astronomi dan banyak menghasilkan kalimat bijak. Ia dilahirkan saat Adam masih hidup 318 tahun lagi. Tidak banyak cerita yang bisa digali mengenai sosok Idris ini.

Nabi Idris as lahir di Mesir tapi ada versi lain yang mengatakan ia lahir di Babilonia dan pindah ke Mesir. Pada masanya telah dibangun 188 kota dan kota Ruha adalah kota yang terkecil.
Di antara kata-kata mutiara yang ditulis Nabi Idris as adalah :
Janganlah kalian iri terhadap nikmat yang didapat oleh orang lain, sebab apa yang mereka dapat sungguh amatlah sedikit... Barangsiapa melampaui batas kecukupannya niscaya ia tidak pernah merasa puas.

Dikisahkan bahwa Allah SWT memberi kewajiban dan derajat yang sama kepada Idris sama dengan apa yang telah diberikan kepada anak anak Adam lainnya. Tapi Idris ingin meningkatkan amal dan ibadahnya. Malaikat sahabatnya datang padanya dan Idris meminta untuk untuk dipertemukan dengan malaikat pencabut nyawa agar diberi kesempatan meningkatkan ibadahnya. Malaikat itupun membawanya terbang ke langit. Saat di langit keempat Idris melihat malaikat pencabut nyawa sedang turun ke bumi. Malaikat sahabatnya itupun berbicara pada malaikat pencabut nyawa mengenai keinginan Idris.

"Tapi di manakah Idris" kata malaikat pencabut nyawa.

"Dia di belakangku" kata malaikat sahabatnya itu.

"Sungguh mengherankan. Aku dikirim untuk mengambil nyawanya di langit keempat. Aku berpikir bagaimana caranya aku mengambil nyawanya di langit keempat padahal dia ada di bumi" kata malaikat pencabut nyawa.

Maka malaikat pencabut nyawa itupun mengambil nyawa Idris yang sedang berada di langit keempat dan bersembunyi di belakang malaikat sahabatnya itu.

Inilah yang dimaksudkan oleh ayat "dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi" (Maryam :57).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s