Langsung ke konten utama

Nabi Hud as dan Kaum 'Ad


Hud bin Shaleh bin Arphaxad bin Shem bin Nuh as. Taurat dan Injil menyebutnya Eber. Beliau diutus untuk kaum 'Ad, suku bangsa Arab yang tinggal di pegunungan gurun dekat laut antara Oman dan Hadramaut. Dataran tinggi tempat mereka tinggal bernama Ash-Shahr dan lembahnya bernama Mugith. Mereka tinggal di bangunan-bangunan kokoh dengan pilar pilar tinggi. Mereka memang memiliki keahlian teknik sipil dan arsitektur yang hebat di samping keahlian di bidang pertanian dan mengolah tanah.

Nabi Hud adalah orang pertama yang berbahasa Arab. Dia adalah satu dari empat Nabi bangsa Arab, di samping Saleh , Suaib dan Rasulullah Muhammad SAW.

Arab yang hidup sebelum Ismail disebut Arab Aribah (Arab asli). Sedangkan Arab Musta'ribah adalah Arab yang berasimilasi karena perkawinan, ini adalah keturunan Ismail bin Ibrahim as. Ismail lah yang pertama kali berbicara dan menulis Arab dengan indah. Beliau belajar dari suku Jurhum yang tinggal di Mekah. Nabi Muhammad SAW mewarisi kebahasaan Ismail ini.

Kaum 'Ad adalah orang orang pertama yang menyembah berhala setelah Peristiwa Banjir Besar yang terjadi di era Nuh as. Mereka menyembah tiga berhala : Samd, Samud dan Hara. Allah SWT mengirim Hud sebagai nabi untuk menunjukkan jalan yang benar. 

Tapi kaum 'Ad adalah kaum yang tidak beriman, mengingkari Allah, menyembah berhala dan tidak percaya adanya kehidupan setelah mati. Mereka tidak mempercayai bahwa orang akan dibangkitkan setelah mati
" kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi...(Al-Mu'minūn :37).

Mereka menolak dakwah yang disampaikan Hud, bahkan menunjukkan sikap perlawanan dan penyerangan kepadanya. Mereka sangat membanggakan kekuatan fisik tubuh mereka dan kemegahan bangunan rumah rumah mereka di perbukitan yang menyerupai istana puri dan benteng. Mereka hidup makmur dari hasil pertanian yang subur karena lahan pertanian mereka cukup mendapat air dari oasis. Mereka menganggap Hud orang yang kurang waras. Maka Allah memberi hukuman dan menghancurkan mereka. Awalnya mereka mengalami kekeringan yang panjang. Saat melihat awan mendung mereka mengira hujan akan turun. Ternyata angin dingin dan badai pasir yang dahsyat yang mengejar setiap orang kemanapun mereka pergi . Angin itu menerbangkan pasir dan menimbun pemukiman mereka sampai tidak bersisa sama sekali. Ibn Kathir mengatakan bahwa angin dingin di padang pasir bercampur petir mengamuk selama delapan hari tujuh malam. Orang 'Ad mengaitkannya dengan hari Rabu yang mereka anggap hari yang sial. Tentu saja itu tidak benar karena angin yang memporakporandakan dan mengubur pemukiman dan lahan pertanian mereka itu terjadi di semua hari.

Setelah kehancuran kaum Ad, Nabi Hud pindah ke Hadramaut dan wafat serta dimakamkan di sana.
Jejak sejarah kaum Ad tersebut belakangan terindra oleh citra satelit. Setelah dilakukan penggalian sekitar 18 m ditemukanlah sisa reruntuhan bangunan mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s