Langsung ke konten utama

Nabi Yusya as Penguasa Baitulmakdi


Yusya (Joshua) bin Nun bin Ephraim bin Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim
dikisahkan Allah dalam Al Quran tanpa menyebut namanya dalam kisah Khidir. Dia berfirman : "Dan ketika Musa berkata pada pembantunya" (18:60). 

Yang dimaksud pembantunya adalah Yusya bin Nun. Para pengikut Injil yang awal meyakini Yusya adalah nabi. Sekelompok Yahudi yang bernama As Samirah tidak meyakini ada nabi setelah Musa kecuali Yusya.
Menurut para mufasir kenabian berpindah dari Musa ke Yusya saat Musa menjelang wafat. Tapi pandangan ini tak bisa diterima karena sampai akhir hayatnya Musa masih menerima wahyu Illahi. Itu memang salah satu keistimewaan Musa.

Dalam surah Al-Mā'idah:12 disebutkan :
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.

Allah memerintah Musa saat masih dalam pembuangan untuk mengorganisir Israel ke dalam 12 komandemen untuk bertempur merebut Jerusalem (Baitulmakdis). Tapi sebelum hal itu tercapai Nabi Harun as wafat selagi masih dalam pengembaraan dua tahun sebelum wafatnya Musa. Demikian pula dengan Nabi Musa as, ia wafat saat masih dalam masa 45 tahun pengembaraan.
Orang yang meneruskan misi Musa dan Harun untuk membawa Bani Israil dari pengembaraan pulang ke Tanah Suci adalah Yusya bin Nun. Dalam Injil dikisahkan mereka menyebrangi sungai Yordan dan tiba di Jericho. Jericho adalah satu dari kota kota yang indah dengan penduduk yang banyak dan memiliki banyak istana. Yusya mengepung kota selama enam bulan. Kemudian ia menyuruh pasukan berbaris mengelilingi kota dan meniup terompet dan bertakbir dengan lantang. Dinding dinding kota pecah berkeping keping. Mereka memasuki kota dan menghancurkannya di bawah kaki mereka. Mereka membunuh 12.000 orang dan memerangi raja raja. Yusya berperang dan mengalahkan 31 raja raja Syria.

Orang Israil mengepung kota hingga hari Jumat setelah ashar. Saat matahari hendak terbenam dan memasuki hari Sabtu yang merupakan hari suci mereka, Yusya berkata pada matahari : "kamu diperintah sama seperti akupun diperintah. Wahai Allah tahanlah matahari dari peredarannya." Allah menahan matahari sampai kota itu bisa ditaklukkan.
Lalu mereka mengumpulkan semua pampasan perang yang didapat dan membakarnya. Saat itu berlaku syariah bahwa pampasan perang harus dimusnahkan. 

Saat memasuki kota Jericho Yusya memerintahkan orang Israel rendah hati dan bersyukur kepada Allah atas kemenangan mereka. Mereka diminta mengucapkan "hittatun" yang artinya : maafkan dosa kami di masa lalu.

Tapi orang Israil melanggar perintah. Mereka memasuki kota dengan menggeser pantat mereka sambil berkata dengan kata lain yang artinya : gandum di rambut. Atas pembangkangan tersebut bani Israil dihukum dengan wabah pes.

Ketika orang Israil menaklukkan Jerusalem (Baitulmakdis) mereka menguasai dalam waktu yang lama. Nabi Yusya as memerintah dengan adil dalam cahaya Taurat. Beliau berusia 127 tahun dan hidup 27 tahun setelah Musa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) ...

Syafruddin Menyerahkan Mandatnya

  Setelah Tentara Belanda meninggalkan Yogyakarta pada akhir bulan Juni 1949, pada tanggal 4 Juli 1949, utusan Republik yaitu Mohammad Natsir, Dr. Leimena dan    Dr. Halim berangkat ke Bukittinggi untuk mengadakan kontak dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra. Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan rombongan tiba di Yogyakarta dari Pulau Bangka. Di lapangan terbang Meguwo mereka disambut para pembesar, rakyat dan anggota UNCI. Sesudah kembalinya pemerintah Republik ke Yogyakarta, pada sidang pertama Kabinet Republik tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin atas nama PDRI menyerahkan mandatnya kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada tanggal 14 Juli 1949, Kabinet Republik Indonesia menerima Persetujuan Roem-Royen. Bantuan Untuk Republik Bantuan untuk Republik Indonesia datang dari Negara Indonesia Timur (NIT). Pertama pada tanggal 11 Juli 1949, NIT memberi sumbangan berupa barang-barang tekstil dan obat-obatan...

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dal...