Langsung ke konten utama

K. H. Zaenal Mustafa (1901-1944)

Kiai Haji Zaenal Mustafa (terlahir : Hudaemi) mendirikan ponpes Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya pada usia 20 tahun sehingga terkenal sebagai Ajengan Sukamanah.


Pada 17 November 1941 ia ditangkap dengan tuduhan menghasut rakyat untuk melawan pemerintah yang sah kemudian ditahan di Tasikmalaya dan keesokan harinya dipindahkan ke Sukamiskin Bandung. Dilepaskan sebentar dan pada Februari 1942 ditangkap lagi dan dipenjarakan di Ciamis. Ia dibebaskan Jepang setelah Belanda menyerah tanpa syarat 8 Maret 1942. Mustafa menolak tawaran kerjasama dengan Jepang yang disertai imbalan jabatan. Ia pun menolak melakukan saikeirei (membungkuk menghormati Tenno Haika) sehingga timbullah ketegangan dengan Jepang. Ia pun bertekad untuk berjihad melawan Jepang sambil menganjurkan kepada pengikutnya untuk bersiap secara fisik. 

Pengikutnya mulai giat mengadakan latihan pencak silat dan menggunakan senjata tajam. Berulang kempetai memintanya datang menghadap dan selalu ditolaknya. Pada 24 Februari 1944 polisi datang untuk menangkapnya. Rakyat dan santri pesantren mengepung dan menawan pasukan lalu melepaskan keesokan harinya, juga merampas 3 pucuk pistol, 12 senapan dan 25 sajam. 

Pada tanggal 25 Februari 1944 Kiai menyampaikan khotbah Jumat, saat itu datanglah rombongan kempetai berkendaraan bermotor. Mereka meminta Kiai datang ke Tasikmalaya dan meminta maaf. Para pengikut Kiai Haji Zaenal Mustafa sangat marah dan di bawah Kiai Najmudin mereka menyergap dan membunuh tiga serdadu Jepang. Sorenya pasukan bersenjata lengkap  menghujani Sukamanah dengan peluru. 121 rakyat gugur, Kiai ditangkap dan dibunuh di Jakarta (1944) namun baru diketahui tahun 1972 dan diberi gelar pahlawan nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged