Langsung ke konten utama

Majelis Syuro Muslimin Indonesia

Pada bulan Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) dan membentuk federasi lain dengan nama Masyumi. Alasan pembubaran MIAI adalah karena dikhawatirkan MIAI akan membahayakan Jepang (Purwoko, 2004 : 50).

Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) didirikan pada tanggal 7 November 1943 di Yogyakarta. Partai ini merupakan gabungan dari partai dan organisasi Islam, yakni PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Muhammadiyah dan NU (Nahdatul Ulama), dan menjadi kelanjutan dari organisasi sebelumnya, MIAI, yang didirikan pada tahun 1937. Maksud dari didirikannya Masyumi adalah sebagai penjelmaan kehendak dan cita-cita umat Islam dalam lapangan politik (kenegaraan). KH. Hasyim Asyari, yang pernah ditahan Jepang, dijadikan sebagai Ketua Masyumi, namun tetap tinggal di pesantrennya di Jombang. Yang menjadi ketua efektif adalah putranya, Kyai Haji Wachid Hasyim (1913-1953) (Ricklefs, 2003:419).

Masyumi didirikan atas dasar persamaan persepsi dan keyakinan, serta kesatuan paham (ideologi) yang berdasarkan Islam. Masyumi merupakan pusat organisasi ribuan guru di desa-desa yang dipengaruhi langsung oleh Kantor Urusan Agama. Prestise partai ini jauh lebih besar dari pada MIAI. Keberhasilan Masyumi antara lain karena adanya dukungan elite tradisional Islam yang telah berakar selama berabad-abad di tingkat pedesaan, yakni para ulama. Mereka menduduki posisi sentral dalam susunan masyarakat Islam pedesaan sehingga mudah memobilisasi dukungan.

Dalam periode tahun 1943-1945, gerakan Masyumi lebih berfungsi sebagai sarana untuk membangkitkan kesadaran umat Islam dalam bidang politik dan untuk mengadakan konsolidasi aspirasi umat Islam melalui organisasi NU dan Muhammadiyah serta PSII.

Dalam komposisi kepengurusan Masyumi dikenal istilah Majelis Syuro dan Pengurus Besar. (1) Majelis Syuro adalah wadah untuk menilai perjuangan partai dari sudut akidah Islam, yakni apakah perjuangan partai menyimpang dari hukum-hukum Islam atau tidak. Bila tindakan partai dinilai tidak menyimpang dari hukum Islam (halal), tindakan partai boleh diteruskan. Tetapi bila tindakan partai dinilai menyimpang dari hukum Islam (haram), gerakan atau tindakan partai tidak boleh dijalankan oleh pemeluknya. (2) Pengurus besar bertugas memandang gerak dan perjuangan Masyumi dari sudut politis.

Kegiatan Masyumi yang lain adalah membangkitkan kesadaran umat Islam untuk memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan kesanggupannya di dalam perjuangan politik, meningkatkan rasa persaudaraan sesama muslim, dan menjalankan ajaran islam di berbagai aspek kehidupan (Purwoko, 2004:53).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged