Langsung ke konten utama

Ir. Sukarno

Sukarno (1901-1970).
Sukarno termasuk salah satu lulusan HBS yang sedikit itu. Ia pun termasuk mahasiswa dan lulusan THS (Technische Hogere School) yang pertama. THS didirikan di Bandung dalam rangka politik etis di Hindia Belanda. Tugas akhirnya di THS mengenai konstruksi jembatan. Ia kemudian mampu menjembatani keanekaragaman pandangan politik dan keyakinan bangsa Indonesia dan menjadi bangsa yang merdeka.
Sukarno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901. Ayahnya Raden Sukemi Sosrodihardjo berprofesi sebagai guru sekolah kelas dua. Ibunya bernama Ida Nyoman Rai. Lahir dengan nama Kusno, namanya diganti menjadi Sukarno saat berumur lima tahun karena sakit-sakitan. Nama Sukarno diilhami dari nama Karna dalam pewayangan, tokoh ksatria yang pandai membalas budi. Sukarno sejak kecil menyukai wayang dan mengagumi tokoh bernama Bima yang tegas dan selalu berjuang menegakkan keadilan. Ia mempunyai seorang kakak bernama Sukarmini.
Sukemi mendidik Sukarno dengan disiplin keras. Sarinah (pembantu di runahnya) amat menyayanginya. Tidak heran nama Sarinah diabadikan menjadi toko serba ada yang pertama di Indonesia.
Sukarno menuntut ilmu di sekolah desa di Tulungagung hingga kelas lima. Kemudian ayahnya menyekolahkannya di ELS (Europese Lagere School). Ia harus mengikuti les Bahasa Belanda untuk menutupi kekurangannya dalam mata pelajaran itu. Setamat ELS pada usia 15 tahun ia diterima di HBS (Hogere Burger School) di Surabaya atas bantuan Tjokroaminoto. Ia pun mondok sambil berguru pada Ketua Sarekat Islam itu. Di tempat itu mondok pula Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, Agus Salim, Muso, Alimin, Kartosuwiryo dan Darsono. Bahkan Tan Malaka pernah mondok di rumah ini. Mereka pun sering bertukarpikiran satu sama lain. Di kota ini pula pada usia 16 tahun ia menjadi anggota Tri Koro Darmo (Tiga Tujuan Suci) yang kelak bernama Jong Java. Dari berbagai muridnya Tjokroaminoto paling suka dengan Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya.
Setelah menamatkan studinya di HBS, pada Juni 1921 ia melanjutkan studinya di THS (Tenische Hogere School) di Bandung. Atas bantuan Tjokroaminoto pula ia mondok di rumah Haji Sanusi. Di kota ini ia bergabung dalam Algemene Studieclub yang dididirikan di Bandung pada 29 November atas inisiatif bekas anggota Perhimpunan Indonesia, tokoh nasionalis kota Bandung dan para mahasiswa THS. Ia pun menjadi singa podium dan dipercaya memimpin majalah bulanan Indonesia Moeda. Di majalah ini Sukarno menulis Nasionalisme-Islamisme-Marxisme dan melihat kesamaannya dalam menentang kapitalisme imperialisme dan kolonialisme.
Sukarno sempat cuti dari kuliahnya karena mertuanya, Tjokroaminoto, sakit. Ia pun harus bekerja di jawatan kereta api untuk membiayai keluarga. Pada saat itu ia pun menceraikan istrinya, Oetari, dan menyerahkannya kepada Tjokroaminoto. Tidak lama kemudian ia menikah dengan Inggit Garnasih, induk semangnya. Setelah menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1926 ia terjun sepenuhnya ke politik dan mendapat dukungan sepenuhnya dari Inggit.
Sukarno sempat menjalankan profesinya sebagai insinyur dan turut merancang beberapa bangunan di Bandung seperti Hotel Preanger dan sebuah sekolah serta rumah di Jl. Gatot Subroto. Namun panggilan politik lebih kuat dan iapun mendirikan partai bernama PNI (Partai Nasional Indonesia).
Suatu ketika Sukarno mendayung sepedanya di pesawahan Bandung Selatan dan bertemu seorang petani bernama Marhaen. Nama itu kemudian digunakannya sebagai nama paham hasil penggaliannya, Marhaenisme.
Pada tahun 1930 pemerintah kolonial menyeret Sukarno dan rekan-rekannya ke pengadilan Kabupaten Bandung. Pengadilan menuntut Sukarno dengan hukuman 4 tahun, Gatot dengan hukuman 2 tahun, Maskun dengan hukuman 20 bulan dan Supriadinata dengan hukuman 15 bulan. Sukarno mengajukan pembelaan yang kemudian dibukukan menjadi Indonesia Menggugat. Buku ini menarik perhatian dunia internasional.
Sukarno menjalani hukuman di Banceuy dan kemudian Sukamiskin. Sementara itu PNI dibekukan oleh Sartono, tokoh PNI yang tidak ikut ditangkap. Sementara Mohammad Hatta dan Sjahrir membentuk PNI-Baru. Saat keluar dari penjara Sukarno mencoba menyatukan keduanya namun tidak berhasil. Ia pun bergabung dengan Partindo yang dipimpin Sartono. Pada kongres Partindo yang pertama ia terpilih menjadi Ketua, membuka cabang di berbagai kota dan menerbitkan majalah Fikiran Ra'jat. Pada saat inilah ia menulis risalah Mencapai Indonesia Merdeka (1933). Pemerintah Belanda di bawah gubernur jendral De Jonge menangkapnya. Tanpa proses pengadilan Sukarno dibuang ke Ende, Flores.
Pada 17 Februari 1934 Sukarno - yang terkenal dengan panggilan Bung Karno- berlayar menuju tempat pembuangan didampingi istrinya Inggit Garnasih, ibu mertua dan putri angkatnya, Ratna Djuami. Di Ende, Sukarno memperdalam agama Islam dan berkorespondensi dengan A. Hasan, ulama dari Bandung. Surat menyurat mereka diterbitkan dengan judul Surat-surat Islam dari Ende.
Pada awal 1938 Bung Karno dipindahkan ke Bengkulu. Di sini ia menjadi ketua bidang pengajaran Muhammadiyah dan aktif menulis artikel keislaman pada majalah Panji Masyarakat. Selain itu ia juga turut merancang arsitektur Masjid Raya Bengkulu yang masih terpelihara hingga saat ini. Ia juga mendirikan kelompok sandiwara seperti waktu berada di Ende. Ia menulis naskah menjadi sutradara dan bermain. Kegemarannya melukis nampaknya tidak tersalurkan seperti saat di Ende. Ia justru jatuh cinta pada Fatmawati putri Hasan Din, aktivis Muhammadiyah. Fatmawati adalah teman sekolah putri angkatnya, Ratna Juami. Hubungan dengan Inggit mulai retak.
Ketika Jepang mendarat di Palembang ia dilarikan pemerintah Belanda ke Padang. Ia kemudian dibawa tentara Jepang ke Jawa dan pad bulan Juli 1942 mendarat di pelabuhan Pasar Ikan Jakarta.
Jepang yang mempropagandakan diri sebagai "saudara tua" memanfaatkan Sukarno untuk menghimpun massa melalui Putera (Pusat Tenaga Rakyat) bersama Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara dan K.H. Mas Mansyur. Melalui Putera Jepang mengerahkan romusha (kerja paksa) yang mendapat protes dari para pemuda. Putera kemudian dibubarkan dan pada tahun 1944 berdiri Jawa Hokokai yang dipegang Gunseikan dan Sukarno menjadi penasihatnya. Jepang melaui PM Koiso pun berjanji akan memberi kemerdekaan. Jepang mengundang Sukarno dan Hatta ke Saigon pada 9 Agustus 1945 dan memberi wewenang kepada keduanya menentukan saat kemerdekaan Indonesia. Kembali ke Indonesia Sukarno berpidato bawa sebelum jagung berbunga Indonesia sudah merdeka.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 lewat pidatonya Bung Karno mengajukan lima butir pemikiran yang kemudian ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka dan diberi nama Pancasila. Karena itu ia dipandang sebagai penggali Pancasila.
Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 menyusul dijatuhkannya bom atom oleh AS di Nagasaki dan Hiroshima. Para pemuda menculik Sukarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 dan membawa mereka ke Rengasdengklok. Namun malamnya mereka dibawa kembali ke Jakarta atas upaya Ahmad Subardjo. Malam itu diadakan rapat PPKI. Menjelang dinihari teks proklamasi sudah tersusun. Pada hari Jumat bulan Ramadhan, tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Sukarno -atas nama bangsa Indonesia- membacakan teks proklamasi kemerdekaaan itu di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Lahirlah Negara Indonesia yang merdeka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged