Langsung ke konten utama

Sarekat Islam Merah


Setelah dilakukannya Disiplin Partai dalam tubuh SI, anngota Sarekat Islam yang mendukung Semaun-Darsono menyatakan keluar dari SI yang dipimpin Tjokroaminoto. Mereka kemudian menamakan diri Sarekat Islam Merah atau Sarekat Rakyat. PKI masih merealisasikan taktik front persatuan dan berusaha memperbaiki kembali kerjasama dalam kubu SI. Akan tetapi usaha ini gagal karena kubu SI pada Kongres ke-7 CSI (Centraal Sarekat Islam) di Madiun pada tanggal 17-20 Februari 1923, mempertajam ketentuan disiplin partai dan meningkatkan pendidikan kader SI dalam usaha memperkuat organisasi partai. Sesudah kongres di Madiun ini, hilanglah pengaruh PKI dalam SI yang asli (Sudiyono, 2004:206).
Sebagai reaksi terhadap keputusan Kongres Nasional ke-7 CSI di Madiun itu pada tanggal 4 Maret 1923 kaum komunis mengadakan kongres di Bandung yang dihadiri oleh 16 cabang PKI, 14 Cabang SI Merah dan serikat-serikat kerjanya. Kongres PKI tersebut kemudian mengambil keputusan bahwa di setiap tempat yang ada SI-Putih (SI Tjokroaminoto) didirikan SI-Merah (SI-Semaun) yang nantinya dinamai Sarekat Rakyat. Sarekat Rakyat ini berada di bawah komando PKI. Dengan semboyan "satu benteng, satu tentara, satu front bersama untuk mempertahankan kepentingan rakyat," PKI untuk pertama kalinya memimpin sendiri organisasi massa. Di samping itu didirikan pula cabang PKI yang mengkoordinasikan dan mengendalikan gerakan massa SI-Merah.
Pada tahun 1923 anggota PKI ditaksir 13.000 orang. Dengan masuknya para anggota SI-Merah jumlah anggota PKI menjadi 35.000 orang.
Dalam melakukan propaganda untuk mencari pengikut yang sebanyak-banyaknya, PKI tidak segan-segan mempergunakan kepercayaan rakyat pada ramalan Jayabaya dan Ratu Adil, serta ayat-ayat al Quran dan Hadis, seperti yang dilakukan Haji Misbach dan Kiai Samin. Pada masa inilah PKI mulai mengembangkan sayapnya ke segala penjuru Kepulauan Indonesia. Dari pusat kekuatannya di Semarang-Solo-Madiun, PKI meluaskan cabang-cabangnya ke Minangkabau, Aceh, Makasar, Ternate, Bali dan Lombok.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged