Langsung ke konten utama

Tiga Cabang Syiah

Istilah Syi'ah secara harfiah berarti pengikut, partai, kelompok, rekanan, pendukung atau penyokong. Istilah ini muncul beberapa kali dalam Al-Quran seperti QS Maryam (19):69, Al-Qashash (28):15 dan QS Al-Shaffat (37):83. Secara teknis istilah ini merujuk pada orang-orang Muslim yang mengambil aturan agama dan inspirasi spiritualnya setelah Nabi Muhammad SAW, dari keturunan beliau, Ahl Al-Bait. Jika kaum Sunni menerima sumber petunjuk keagamaan setelah Nabi dari sahabat-sahabat Nabi, kaum Syiah membatasinya hanya pada anggota Ahl Al-Bait. Titik tolak yang membedakan Islam Syi'ah dengan Sunni, didasarkan pada dua faktor penting : satu bersifat sosial budaya dan yang lain diturunkan dari konsep Al-Quran tentang sifat keagungan dan kesalehan keluarga Nabi. Secara sosial budaya ada perbedaan pandangan antara mereka yang berasal dari wilayah Arab Utara dan Tengah dengan Arab Selatan. Mereka yang berasal dari Arab Utara dan Tengah menganggap kepemimpinan lebih bersifat politis sedang yang dari Selatan menganggap kepemimpinan itu ada dalam pengertian otoritas spiritual Muhammad. Di samping itu Al-Quran memberi konsep tentang kedudukan agung keluarga Nabi melalui empat kata kunci : dzurriyah (keturunan langsung), al (keturunan), ahl (anak cucu) dan qurba (kerabat terdekat). Para penafsir merujuk pada kerabat dekat Nabi : Ali (sepupu dan menantunya), Fatimah (putrinya), serta Hasan dan Husain (cucunya). Syi'ah memperluas status Ahl Al Bait kepada keturunan Hasan dan Husain.
Asal usul gerakan Syi'ah dapat dilacak ke periode Nabi di Madinah. Beberapa sahabat terkemuka meyakini bahwa sepupu Nabi, Ali ibn Abi Thalib, sebagai washi (ahli waris) beliau dan Imam yang akan memimpin umat setelah beliau. Namun, setelah Nabi wafat, Ali ditolak oleh para pemimpin komunitas. Maka para pendukung Ali membentuk unsur inti pertama Syi'ah.
Penolakan Ali terhadap preseden yang telah ditetapkan Abu Bakar dan Umar (tetapi diterima Usman) menjadi awal terbentuknya dua mazhab hukum yang berbeda dengan nama Syi'ah dan Sunni. Mazhab Syi'ah meliputi Itsna Asyariyah, Ismailiyah dan Zaidiyah. Mazhab Sunni meliputi Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Kebencian komunitas terhadap Ustman (yang dianggap mementingkan Bani Ummayah) mengakibatkan Ustman terbunuh dan Ali pun dipaksa oleh komunitas untuk menerima kekhalifahan, dan ini ditentang Muawiyah. Akibatnya terjadi perang saudara yang pertama dalam Islam yang bermuara pada pembunuhan Ali pada tahun 661. Sejak kekhalifahan Ustman hingga pembunuhan Ali, Syi'ah politik meningkat jumlah dan pengaruhnya.
Kejadian yang memberi stempel resmi terhadap Syi'ah adalah kesyahidan Husain pada tahun 681 di Karbala. Husain -satu-satunya cucu Nabi yang masih hidup- bersama 18 anggota laki-laki dari keluarga serta sahabatnya, dibunuh secara brutal.
Tragedi Karbala menjadi sarana paling efektif dalam penyiaran dan penyebaran paham Syi'ah. Unsur gelora jiwa dalam mengungkapkan kecintaan (walayah) kepada Ahl Al-Bait menjadi sebuah ciri khas pembeda bagi paham Syiah. Dalam waktu setahun, tragedi ini membangkitkan sebuah gerakan yang dikenal sebagai Tawwabun (orang-orang yang bertobat), 3000 orang di antaranya mengorbankan nyawa mereka sebagai cara untuk menyesali ketidakmampuan mereka membantu Husain dalam masa-masa sulitnya. John L. Esposito, dari Universitas Georgetown dalam artikelnya Syiah Tinjauan Sejarah mengatakan, "karena tindakan mengorbankan diri yang penuh gelora jiwa ini berlangsung tanpa seorang pemimpin pun dari kalangan Ahl Al-Bait, ia menyediakan daya penggerak baru bagi gaya dan watak gerakan Syiah, menjadikannya sebuah upaya yang mandiri dan swadaya" (EODIM Vol. 5, 2003:304).
Mukhtar ibn Abi Ubaidah Al-Tsaqafi, mendengungkan peran mesianistik Ibn Al-Hanafiah (putra Ali dari seorang wanita Hanafi) sebagai Imam Mahdi dan meninggalkan Zain Al-Abidin (putra Husain satu-satunya yang masih hidup). Pemberontakan Mukhtar dipatahkan dan ia sendiri terbunuh pada tahun 686. Ibn Al-Hanafiah terbunuh tahun 700. Pengikutnya yang dikenal sebagai Kaum Kaisaniyah meyakini bahwa ia tidak meninggal dan akan kembali suatu saat. Dari sini muncul dua gagasan kunci : gagasan tentang Mahdi dan konsep tentang ghaibah (kegaiban) dan raj'ah (kehadiran kembali).
Zaid, anak laki-laki kedua dari Zainal Abidin, tidak menginginkan sikap diam atau Imam Tersembunyi, seperti Al Baqir dan Ibn Al-Hanafiyah. Imam harus menegaskan keimamannya di depan umum dan kalau perlu berjuang untuk meraihnya. Zaid dan pengikutnya terbunuh pada tahun 740. Yahya melanjutkan perjuangan ayahnya dan terbunuh pada tahun 743.
Muhammad Al Nafs Al-Zakiyah, seorang cicit Hasan bangkit menentang Abbasiyah namun dia dan saudaranya, Ibrahim, terbunuh pada tahun 762.
Tiga cabang Syiah tetap bertahan hingga saat ini.
(1) Zaidiyah, pengikut Zaid, terutama di Yaman, Irak dan Afrika. Mereka meyakini bahwa seorang Imam haruslah menjadi penguasa negara, dan karena itu harus berjuang meraih hak-haknya.
(2) Ismailiyah, dinamai menurut nama Ismail, putra tertua Imam Ja'far Al-Shadiq yang meninggal sebelum ayahnya. Ismailiyah menyatakan anak Ismail yang bernama Muhammad sebagai imam ketujuh mereka dan tidak mengikuti anak kedua Jafar, Musa Al-Kazhim. Kaum Ismailiyah dikenal sebagai kaum Bathiniyah, yakni orang-orang yang mempertahankan peran sentral aspek-aspek esoteris wahyu dalam keagamaan mereka.
(3) Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam). Mayoritas kaum Syiah masuk ke dalam Syiah Itsna Asyariyah. Mereka dianggap moderat dan meyakini adanya Dua Belas Imam, dimulai dari Ali sebagai imam pertama diikuti kedua anaknya, Hasan dan Husain dan keturunannya hingga imam keduabelas, Muhammad Al-Mahdi, yang masuk ke alam ghaib dan kelak kembali pada akhir masa sebagai imam mesianistik guna memulihkan keadilan dan kesetaraan di bumi.
Syiah Itsna Asyariah sangat berutang pada Imam Jafar Al-Shadiq, imam keenam dari cabang Bani Husain yang menguraikan teorinya tentang imamah berdasarkan nashsh, yakni melalui penunjukan eksplisit oleh imam sebelumnya. Tatkala Jafar wafat tahun 765, kaum Syiah telah sepenuhnya diperlengkapi dalam seluruh cabang agama dan memiliki karakter yang khas.
Pada periode Buwaihiyah (945-1055) menguasai Baghdad dan Iran, kaum Syiah memiliki kondisi paling mendukung bagi elaborasi dan standarisasi ajaran mereka. Dua perayaan populer Syiah dilembagakan di Baghdad: (1) kesyahidan Imam Husain pada 10 Muharam ; dan (2) perayaan Ghadir Al-Khumm, untuk menperingati penunjukkan Ali oleh Nabi sebagai penerus beliau di Ghadir Al-Kumm pada 18 Dzulhijjah. Selama periode ini pula upacara perkabungan umum untuk Husain dimulai, tempat-tempat suci dibangun untuk para imam, kebiasaan berziarah secara masal ke tempat-tempat suci dikukuhkan.
Pada saat bersamaan kaum Ismaili menguasai Mesir, Suriah Selatan, Afrika Utara dan Hejaz. Kaum Zaidiyah mengukuhkan kekuasaan di Iran Utara dan Yaman.
Pada abad ke-10 ketiga cabang Syiah ini sudah mantap saat berhadapan dengan mayoritas Sunni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slogan "Lebaran di Bandung"

  Setelah perintah mundur dari Panglima Divisi III Kolonel   A.H. Nasution dikeluarkan, seluruh kekuatan TRI dan pejuang keluar dari kota Bandung. Lokasi markas dipilih seadanya karena waktu yang singkat (Sitaresmi dkk., 2002 : 137).   Setiap pasukan membangun pertahanan di selatan Bandung. Markas Divisi bertempat di jalan lintang antara Kulalet-Cangkring, Baleendah. Resimen Pelopor pimpinan Soetoko di sebelah barat dan Resimen 8 pimpinan Letkol Omon Abdurrahman serta MDPP di sebelah timur (Nasution, 1990 : 232). Sementara itu, seluruh Batalyon yang berada di bawah kendali Resimen 8 menempati tempat masing-masing. Batalyon 1 ke Dayeuhkolot, Batalyon 2 ke Cilampeni, Batalyon 3 ke Ciwidey (Suparyadi, 4 Maret 1997). Badan badan perjuangan membuat markas di Ciparay (Djadjat Suraatmadja, 8 September 1977). Setelah ditinggalkan penduduk pada tanggal 24 Maret 1946, keesokan harinya, pagi pagi sekali , tentara Inggris yang tergabung dalam Divisi ke-23, mulai bergerak memasuki kota Band

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) di Banyumas.

Sarekat Rakyat

Pada kongres tanggal 20-21 April 1924 di Bandung, secara resmi SI Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini juga ditetapkan bahwa barang siapa dianggap cakap menguasai komunisme ia dimasukkan mula-mula ke dalam Sarekat Rakyat dan setelah didiklat dalam organisasi itu barulah ia boleh masuk PKI. Demikianlah pendidikan ideologi komunis mulai dilaksanakan secara intensif. Setelah kongres bulan Juni 1924, PKI membangun Sarekat Rakyat sehingga organisasi massa ini berkembang dengan pesat. Sayangya PKI tidak dapat melakukan kontrol dan menanamkan disiplin serta ideologi partai kepada massanya. Pada akhir tahun 1924 beberapa cabang Sarekat Rakyat mengambil inisiatif sendiri menyelenggaraka n aksi-aksi teror di luar instruksi PKI. Sebagai akibatnya, timbullah gerakan-gerakan  anti komunis di kalangan masyarakat Islam yang fanatik dan hal ini mengakibatkan diambilnya tindakan keras oleh pemerintah kolonial. Akhirnya pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Ged