Langsung ke konten utama

Persatuan Ulama Seluruh Aceh

 

Kemarin  sudah sampaikan kepada para pembaca bahwa  pada tanggal 19 Februari  1942, tiga minggu sebelum mendaratnya Jepang di daerah itu, para ulama Aceh memulai kampanye sabotase terhadap Belanda. Pada awal bulan  Maret, Aceh pun memberontak. Kebanyakan para uleebalang (bangsawan) memutuskan tidak melawan arus, dan Belanda tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengungsi ke selatan. Para pemimpin PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) berharap pihak Jepang memberi hadiah atas usaha mereka dengan menggeser kekuasaan para uleebalang. Ternyata PUSA sudah berdiri sejak tahun 1939 sebagaimana uraian berikut.

PUSA berdiri pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1358 H bertepatan dengan hari perayaan Maulid Nabi tanggal  5 Mei 1939. Organisasi ini lahir sebagai hasil kesepakatan para ulama  pada musyawarah di Matanggelumpang Dua yang dipimpin oleh Tengku Abd. Rahman Menasah Meucap. Berdirinya PUSA dilatarbelakangi oleh perpecahan di antara para ulama Aceh sesudah berakhirnya Perang Aceh melawan Belanda. Sejak perang itu berkecamuk, hampir semua dayah (pondok pesantren) mengalihkan aktivitasnya ke arah perlawanan fisik melawan Belanda. Perang Aceh (1873-1912) menelan banyak  ulama sebagai korban dan yang tersisa pada tahun 1913 mengadakan kegiatan untuk menghidupkan kembali dayah-dayah di seluruh Aceh. 

Ordonansi Guru
Ada beberapa masalah dalam menghidupkan dayah-dayah tersebut : 1). Sejak 1913 pemerintah Hindia Belanda sudah berjalan di Aceh; 2). Pada tahun 1905 pemerintah Hindia Belanda menjalankan Ordonansi Guru (Stbl. 1905 No. 550). Ordonansi Guru tersebut antara lain mengatur hal-hal berikut :  Pengawasan kegiatan guru agama;  Mengharuskan adanya izin untuk mendirikan pesantren atau madrasah. Untuk mendapatkan izin, ada syarat pembatasan mata pelajaran yang boleh diajarkan. Yang dibolehkan hanya membaca, menulis huruf Arab, Tauhid (Ketuhanan) dan Fiqih (Hukum Islam);  Tiap pelajar yang datang dari luar kota harus mempunyai surat keterangan dari pemerintah setempat dan tiap tiga bulan harus melapor kepada pemerintah.  Meski Ordonansi Guru tersebut hanya berlaku di daerah yang diperintah oleh Belanda yaitu Aceh Besar dan Singkil, namun dalam praktik Pemerintah Hindia Belanda juga menerapkannya pada para zelfbestuurder di luar kedua wilayah itu.  Untuk keselamatan dayah masing-masing, para ulama menerima apapun yang diperintahkan pemerintah kolonial;  3). Di antara para ulama tidak ada lagi kontak , mereka tidak mengetahui kegiatan ulama di daerah lain; 4). Adanya ketegangan hubungan antar ulama pada tahun 1920-an karena masalah khilafah.

Akibat adanya masalah tersebut  dayah-dayah yang dibangun kembali tidak setaraf dengan dayah-dayah yang hidup sebelum perang.  Akhirnya muncul kesadaran dari para ulama untuk memperbaiki keadaan. Teuku Abd. Rahman Meunasah Meucap – yang telah mendirikan Madrasah Al Muslim Peusangan di Matanggeleumpang Dua –  melakukan pembicaraan dengan Teuku Ismail Yakub, Pimpinan Madrasah Bustanu’l Ma’arif di Blang Jruen dan sampai pada suatu keinginan untuk mendirikan organisasi ulama sebagai jalan untuk memperbaiki masyarakat Aceh.  Hasil pembicaraan tersebut kemudian disampaikan kepada Teungku Usman Azis , dan disebarkan luaskan melalui pertemuan maupun surat. Ide tersebut disambut baik oleh para ulama lainnya terutama oleh Teungku Muhammad Daud Beureuh. 

M. Daud Beureuh sebagai Hoofdbestuur P.Oe.S.A ( PUSA)
Dalam musyawarah yang diadakan di Matanggelumpang Dua pada tanggal 5 Mei 1939 secara bulat disepakati pendirian Persatoean Oelama Seloeroeh Atjeh disingkat P.Oe.S.A yang selanjutnya ditulis PUSA dengan kepengurusan sebagai berikut :  Ketua I Teungku M. Daud Beureuh, Ketua II Teungku Abd. Rahman Meunasah Meucap; Setia Usaha I Teungku M. Nur Ibrahimy, Setia Usaha II Teungku Ismail Yakub; Bendahara T.M. Amin; Komisaris masing-masing Teungku  Abd. Wahab Keunaloe Samalanga , Teungku Syeikh Haji Abd. Hamid Samalanga, Teungku  Usman Lampoh Awe, Teungku Yahya Baden Peudada, Teungku Mahmud Simpang Ulin, Teungku Ahmad Damanhuri Takengon, Teungku M. Daud dan Teungku Usman Azis Lho’ Sukon. Sesuai Anggaran Dasarnya, Hoofdbestuur berkedudukan di tempat kedudukan Ketua I dan Setia Usaha I. Sigli menjadi tempat kedudukan Hoofdbestuur PUSA.

Ada sementara uleebalang yang menafsirkan tujuan PUSA itu untuk mendirikan kembali Sultanat Aceh, dengan Zelfbestuurder dari Peusangan, Teuku Haji Chik Muhammad Johan Alamsyah sebagai calon Sultan, sehingga PUSA diartikan sebagai Persatuan Untuk Sultanat Aceh. Tafsiran ini timbul sebagai bentuk kekhawatiran bahwa Belanda akan meninghidupan kembali Sultanat Aceh dengan mengangkat Teuku Chik Peusangan saja, sehingga kekuasaan  Zelfbestuurder lainnya akan berkurang. Tafsiran ini juga diperkuat oleh adanya dua hal : (1) sebelum PUSA terbentuk, sudah ada tulisan-tulisan dalam beberapa majalah dan surat kabar Medan mengenai Sultanat Aceh, seperti majalah Penyebar dan Seruan Kita; (2) sesudah terbentuknya kepengurusan pusat PUSA, Teuku Haji Chik Muhammad Johan Alamsyah diangkat sebagai Beshermer (Pelindung) PUSA.
Kemudian muncul tuduhan bahwa PUSA dibentuk untuk melawan Uleebalang, hal itu disanggah oleh para ulama yang tergabung dalam PUSA. Walaupun memang ada satu dua ulama yang berontak terhadap uleebalang tapi itu tidaklah cukup untuk menuduh PUSA memang dibentuk untuk tujuan melawan para uleebalang. Faktanya ada uleebalang yang turut terlibat dalam pembentukan PUSA seperti Teuku Haji Chik Mohammad Johan Alamsyah  dan bahkan ada yang menjadi pengurus PUSA seperti T.M. Amin, yang menjadi Bendahara dan kemudian Sekretaris (Sudiyono, Eni Vol. 13, 2004: 143-144; Ismuha, Ulama Aceh dalam Perspektif Sejarah,1976; Ismuha, Ulama Aceh Teungku A. Rahman Meunasah Meutjap, 1949; Ismuha, 1969; Jarahdam I, Dua Windu Kodam I / Iskandar Muda 1972; Alfian, The Ulama in Acehnese Society : A Preliminary  Observation, 1975)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syafruddin Menyerahkan Mandatnya

  Setelah Tentara Belanda meninggalkan Yogyakarta pada akhir bulan Juni 1949, pada tanggal 4 Juli 1949, utusan Republik yaitu Mohammad Natsir, Dr. Leimena dan    Dr. Halim berangkat ke Bukittinggi untuk mengadakan kontak dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra. Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan rombongan tiba di Yogyakarta dari Pulau Bangka. Di lapangan terbang Meguwo mereka disambut para pembesar, rakyat dan anggota UNCI. Sesudah kembalinya pemerintah Republik ke Yogyakarta, pada sidang pertama Kabinet Republik tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin atas nama PDRI menyerahkan mandatnya kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada tanggal 14 Juli 1949, Kabinet Republik Indonesia menerima Persetujuan Roem-Royen. Bantuan Untuk Republik Bantuan untuk Republik Indonesia datang dari Negara Indonesia Timur (NIT). Pertama pada tanggal 11 Juli 1949, NIT memberi sumbangan berupa barang-barang tekstil dan obat-obatan...

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) ...

Program Perjuangan Masyumi

  Satu satunya partai politik yang diperbolehkan hidup di zaman Jepang adalah Mayumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang didirikan pada tanggal 7 November 1943 di Yogyakarta.   Partai ini merupakan gabungan partai dan organisasi Islam, yakni Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama . Masyumi merupakan kelanjutan dari organisasi sebelumnya, yaitu Majelis Islam A’laa Indonesia (MIAI) yang didirikan tahun 1937 (Purwoko, 2004 : 53). Masyumi adalah penjelmaan kehendak dan cita-cita umat Islam dalam lapangan polititik (kenegaraan) dan didirikan atas dasar persamaan persepsi dan keyakinan, serta kesatuan paham (ideologi) yang berdasarkan Islam. Dalam periode 1943-1945, gerakan Masyumi lebih berfungsi sebagai sarana untuk membangkitkan kesadaran umat Islam dalam bidang politik dan untuk mengadakan konsolidasi aspirasi umat Islam melalui organisasi NU, Muhammadiyah serta PSII.   Kegiatan Masyumi yang lain adalah membangkitkan kesadaran u...