Para pemuda mendesak Sukarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan.
Mereka menghendaki proklamasi dibacakan pada tanggal 16 September 1945
lepas dari PPKI dan mereka sudah menyiapkan jaringannya untuk mendukung
Sukarno karena Sjahrir tidak bersedia membacakan proklamasi. Para pemuda
pun menculik Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok. Sementara sekelompok
pemuda lainnya memproklamasikan kemerdekaan di Cirebon tanggal 16
Agustus 1945.
Sukarno bersikeras tidak mau memproklamasi kemerdekaan Indonesia sebelum
waktunya. Ia telah memilih tanggal yang menurutnya tepat untuk itu, 17
Agustus 1945. Bukan suatu kebetulan, tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan
dengan hari Jumat di bulan Ramadan.
Dalam biografinya, Sukarno berkata :
“Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan
dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan
kepadaku. Akan tetapi saya merasakan dalam kalbuku, bahwa itu adalah
saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang
berada dalam bulan suci Ramadan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti
saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besok hari Jumat, hari itu
Jumat Legi (manis), Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al Qur-an
diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu
kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia. “
(Cindy Adams, 1965, An Autobiography: As Told to Cindy Adams).
Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi). Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dal...
Komentar
Posting Komentar