Pada
22 Oktober 1945 sebuah keputusan dihasilkan dari rapat besar
konsul-konsul (setingkat pengurus wilayah sekarang) NU se-Jawa dan
Madura, di Surabaya, Jawa Timur. Pada pertemuan tersebut, menghasilkan
keputusan yang disebut Resolusi Jihad.
Berikut
ini adalah isi dari Resolusi Jihad NU sebagaimana pernah dimuat di
harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat
Legi, 26 Oktober 1945.
“Bismillahirrahmanirrahim
Resolusi
Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul
Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya:
Mendengar:
Bahwa
di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya
hasrat ummat Islam dan Alim ulama di tempatnya masing-masing untuk
mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA MERDEKA.
Menimbang:
a.
Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia
menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi
tiap-tiap orang Islam
b. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari Ummat Islam.
Mengingat:
a.
Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di
sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang
mengganggu ketenteraman umum.
b.
Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud
melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali
menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang
mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c.
Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan ummat
Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan
Kemerdekaan Negara dan Agamanya.
d.
Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat
perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia
yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.
Memutuskan:
1.
Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya
menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap
usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara
Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki tangan.
2.
Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk
tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam”.
Resolusi
Jihad ini ini memiliki pengaruh yang besar dalam menggalang umat Islam
khususnya untuk berjuang mengangkat senjata melawan kehadiran Belanda
setelah diproklamirkannya kemerdekaan. Masjid-masjid,
pesantren-pesantren dan kantor-kantor NU tingkat Cabang dan Ranting
segera menjadi markas Hizbullah yang menghimpun terutama pemuda-pemuda
santri yang ingin berjuang dengan semangat yang tinggi meski dengan
keahlian dan fasilitas persenjataan yang sangat terbatas.
Resolusi
ini juga diyakini memiliki sumbangan besar atas pecahnya Peristiwa 10
November 1945 yang terkenal dan kemudian diabadikan sebagai Hari
Pahlawan. Soetomo atau terkenal dengan panggilan Bung Tomo, pimpinan
laskar BPRI dan Radio Pemberontakan, yang sering disebut sebagai
penyulut utama peristiwa 10 November diketahui memiliki hubungan yang
dekat dengan kalangan Islam.
Para
pengurus NU di tingkat pusat menegaskan bahwa hukum membela Tanah Air
adalah fardhu ain bagi setiap umat Islam di Indonesia. Tak hanya itu,
ditegaskan bahwa Muslimin yang berada dalam radius 94 kilometer dari
pusat pertempuran wajib ikut berperang melawan Belanda. Bertahun-tahun,
peristiwa bersejarah yang dilakukan kalangan pesantren tersebut
terbungkam. Bahkan kalangan pesantren sendiri hampir melupakannya.
Kemudian atas permintaan PBNU kepada pemerintah, agar Resolusi Jihad
diperingati sebagai Hari Santri, mengingat perjuangan para santri yang
banyak gugur membela negaranya. Permintaan tersebut dikabulkan
pemerintah pada masa Presiden Joko Widodo dengan meresmikannya pada 22
Oktober 2015. (Abdullah Alawi , 22 Oktober 2018. nuonline).
Komentar
Posting Komentar