Langsung ke konten utama

Barisan Hizbullah Laskar Bentukan Masyumi

 Selain Heiho dan PETA ada beberapa kelompok pemuda dan militer yang baru seperti Barisan Pelopor dan Barisan Hizbullah berdiri di tahun 1945.
1. Barisan Pelopor 
Untuk pertama kalinya Jawa Hokokai diberikan organisasi pemuda sendiri, Barisan Pelopor, yang pada akhir perang konon beranggotakan 80.000 orang, Pada mulanya, Barisan Pelopor akan digunakan untuk menyiarkan propaganda, tetapi pada bulan Mei 1945 organisasi ini mulai mengadakan latihan gerilya. Para pemimpin pemuda perkotaan yang berpendidikan berhubungan dengan tokoh-tokoh Jawa Hokokai yang dipimpin oleh Sukarno (Ricklefs, 2003: 422).
2. Barisan Hizbullah Laskar Bentukan Masyumi
Pada bulan Desember 1944, Masyumi diperbolehkan Jepang untuk membuat sayap militer yang diberi nama Barisan Hizbullah (Pasukan Tuhan). Barisah Hizbullah memulai latihannya pada bulan Februari 1945 dan konon memiliki anggota hingga 50.000 orang. Kepemimpinannya didominasi oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dan anggota-anggota faksi PSII yang kooperatif (Ricklefs, 2003, 422). Masyumi dibentuk setelah adanya Barisan Pelopor dan direncanakan sebagai korps cadangan bagi Peta. 

 
Pada awal Januari 1945, anggota-anggota Dewan Pengurus Pusat Hizbullah diumumkan oleh Masyumi. Jabatan Ketua Dewan dipegang oleh Zainul Arifin, yang merupakan salah seorang delegasi NU dalam kepengurusan Masyumi. Wakil Ketua dijabat oleh Muhammad Roem, sedangkan anggota dewan lainnya adalah S. Surowiyono, Sudjono, Anwar Tjokroaminoto, Muhammad, R.H.O. Djunaidi, Prawoto Mangkusasmito. Beberapa orang di antaranya pernah aktif dalam Jong Islemietan Bond dan dalam Fraksi Koperasi PSII pimpinan Haji Agus Salim tahun 1936. Hizbullah bersama dengan kelompok Islam lepas, sering disebut pula sebagai Barisan Sabilillah (Masyhuri, 2004 : 452-453). Versi lain mengatakan bahwa Barisan Sabilillah adalah laskar yang dipimpin oleh para Kiai yang bergabung dalam Hizbullah.

 
Belakangan Barisan Hizbullah ada yang bergabung dengan TRI (Tentara Republik Indonesia) seperti Ali Moertopo dan ada yang bergabung dengan TII (Tentara Islam Indonesia) bersama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s