Pada bulan September 1942 diselenggarakan konferensi para pemimpin
Islam yang menelurkan hasil-hasil yang mengecewakan Jepang. Karena itu
Jepang berharap akan menggantikan MIAI (Majelis Islam A’laa Indonesia)
dengan partai yang baru. Tetapi para pemimpin Islam tetap ingin
mempertahankan MIAI dengan dominasi orang-orang PSII. Jepang mulai
berpaling kepada NU dan Muhammadiyah yang memiliki jaringan hingga ke
kota-kota kecil dan desa-desa.
Pada bulan Oktober
1942, diselenggarakan pertemuan para pemimpin daerah-daerah pendudukan
di Tokyo, dan diberitahu mengenai stagnasi di bidang militer sehingga
mobilisasi rakyat di daerah pendudukan menjadi prioritas. Kolonel Horie
Choso, Kepala Urusan Agama di Jakarta, melakukan perjalanan keliling
Jawa, dan mengadakan pertemuan dengan para Kyai pemimpin pondok
pesantren. Pesantren dianggap ideal untuk memobilisasi dan
mengindoktrinasi para pemuda.
Pada bulan Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI dan membentuk federasi lain dengan nama Masyumi. Alasan pembubaran MIAI adalah karena dikhawatirkan MIAI akan membahayakan Jepang (Purwoko, 2004 : 50).
Komentar
Posting Komentar