Langsung ke konten utama

Al-Masyriq

Bala tentara Mongol menyebrangi pegunungan Zagros dan memasuki negri Irak. Setelah menghancurkan sebuah bendungan mereka menghujani kota Baghdad dengan ketapel raksasa. Khalifah dan para pengikutnya menyerah kalah pada bulan Februari 1258. Bala tentara Mongol menghancurkan kota, membakar sekolah dan perpustakaan, merubuhkan masjid dan istana. Mereka membunuh lebih dari sejuta umat Islam. Adapun orang Kristen dan Yahudi dibiarkan.
Seluruh keluarga khalifah digulung dalam karpet dan dibiarkan diinjak-injak kuda para tentara. Air sungai berubah warna akibat darah manusia dan tinta buku. Mayat bergelimpangan di seluruh penjuru kota. Bau tersebar ke seluruh pelosok. Tentara Mongol tak tahan dan meninggalkan Baghdad dengan membawa harta rampasan perang. Ini adalah klimaks dari perpecahan yang terjadi di era Imperium Abbasiyah.
Pada pemerintahan Abbasiyah telah muncul duwā'ilah (kekuasaan Islam yang kecil-kecil). Untuk mempermudah kontrol, Khalifah Harun ar-Rasyid antara lain membagi wilayah Barat (al-Magrib) dan Timur (al-Masyriq). Rintuhnya Baghdad menjadi faktor penting bagi ide untuk memperkokoh dinasti atau kesultanan di wilayah Timur (al-Masyriq).
Wilayah yang termasuk al Masyriq (Timur) meliputi :
(1) Wilayah seputar Afghanistan, tempat Dinasti Gaznawi (977-1186) berkuasa dengan Gazni, sebuah kota yang terletak di daerah timur Afghanistan, sebagai pusat kekuasaan.
(2) Daratan Persia dan Asia Tengah, tempat dinasti Timurid berkuasa 136 tahun (1370-1506). Dinasti ini kemudian dilanjutkan dengan Dinasti Delhi (Dihli) yang berkuasa di daerah India bagian utara selama 320 tahun (1206-1526). Dinasti Qajar (1779-1924) yang berkuasa di Persia (Iran) juga merupakan dinasti Islam yang penting, karena di wilayah ini kemudian Syiah Isna 'Asyariyah (Syiah Dua Belas) berpusat. 
(3) Di Asia Tenggara terdapat berbagai kesultanan atau kerajaan Islam, di antaranya : Samudra Pasai, Malaka, Aceh Darussalam, Johor, Palembang, Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten, Goa, Ternate, Tidore, Bima, dan Pattani, Sulu, Mindanao, Banjar, Pontianak, dan Brunei Darussalam. Sebagian kesultanan ini masih ada sampai sekarang. Brunei malah pernah menjadi negara dengan rakyat terkaya di dunia. Orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara. Bahkan seluruh pendidikan dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis (Hafsin, Hakim, Fauzia dalam Dunia Islam Bagian Timur, 2003:185).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s