Langsung ke konten utama

Nisab Zakat

"And there are those
Who bury gold and silver
And spend it not in the Way
Of Allah: announce unto them
A most grievous penalty --
NISAB ZAKAT
Menurut pandangan fukaha seperti Maziri dan Qadhi Iyadh, tujuan Allah SWT mewajibkan zakat adalah untuk berbagi rasa dengan kalangan fakir miskin dan orang-orang terlantar. Oleh karena itu, zakat diwajibkan bagi orang-orang yang berharta, atau lebih spesifik lagi, memiliki harta permanen. Harta permanen adalah harta yang tidak bergerak, termasuk hasil perkebunan dan hewan ternak, seperti unta dan kambing.
Fukaha yang lain memandang logam mulia seperti emas dan perak termasuk harta tidak bergerak. Argumennya terletak pada ayat berikut ini :
ولذين يكنزن الذهب والفضةولاينفقونهافى سبيل الله فبشرهم بعذاباليم
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukankah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih." (QS.9: 34-35).
A. Nisab Zakat Emas dan Perak
Dengan berlandaskan pada hadis, para fukaha menentukan batas minimum perak yang tidak terkena kewajiban zakat. Hanya orang yang memiliki lima uqiyah (1 uqiyah setara dengan 28 gram) atau lebih saja yang berkewajiban mengeluarkan zakat perak. Kalau diukur dengan uang, kurang lebih sama dengan 200 dirham. Adapun emas yang wajib dizakati adalah yang mencapai dua puluh mitsqal atau lebih. Besarnya zakat emas dan perak adalah 2,5 persen. Ini juga harus dikeluarkan setiap tahun oleh orang-orang yang berprofesi sebagai pedagang emas dan perak.
Abu Hanifah berpandangan bahwa emas dan perak wajib dizakati meskipun belum mencapai nisab. Kuda tidak perlu dizakati, kecuali jika kuda tersebut diperdagangkan. Adapun harta yang diwakafkan untuk diambil manfaatnya, tidak wajib dizakati.
B. Nisab Zakat Hasil Perkebunan.
Nisab zakat hasil perkebunan didasarkan pada hadis Nabi, "Yang belum mencapai lima awsuq tidak perlu mengeluarkan zakat." Awsuq adalah bentuk jamak dari wasaq yang sepadan dengan 60 sha'. 1 sha' sama dengan 3.261,5 gram versi mazhab Hanafi, atau 2.172 gram versi lainnya. Menurut ukuran Baghdad, 1 sha' = 5/3 kati = 407,5 gram.
Abu Hanifah memandang bahwa biji-bijian yang bisa dimakan, meskipun sedikit, wajib dizakati.
Besaran zakatnya adalah sebagai berikut :
1. Hasil perkebunan yang membutuhkan pengelolaan pemiliknya sepanjang tahun harus mengeluarkan zakat 2,5 %.
2. Perkebunan yang tidak membutuhkan jerih payah pemiliknya, seperti pohon kurma yang cukup disirami dengan air hujan, zakatnya adalah 10%. Apabila membutuhkan jerih payah pemiliknya, zakat yang diwajibkan adalah setengah dari zakat yang dikeluarkan untuk hasil perkebunan yang disirami air hujan.
3. Adapun kepemilikan yang tidak membutuhkan jerih payah pemiliknya , seperti rumah yang disewakan, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah 20% dari nilai harta yang tidak bergerak tadi.
C. Baitulmal.
Harta yang dikumpulkan dari zakat seluruhnya harus disimpan di Baitulmal. Rasulullah SAW dan seluruh keluarganya (Ahlulbait) haram mengambil harta yang berasal dari sedekah.
Kasus Imam Hasan bin Ali bin Abi Talib ra ketika hendak mengambil sebutir kurma yang berasal dari sedekah dan kemudian dilarang Nabi SAW menunjukkan ketidakbolehan memakan harta hasil sedekah bagi Nabi SAW dan Ahlulbaitnya.
Banyak riwayat yang menceritakan penjagaan ketat Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib atas harta umat Islam.
(Rujukan :[1] 'Alī, The Meaning of the Holly Qur'an, 1997: 447-448 ; [2] Al-Mahami, Al-Mausû'ah Al-Qur'âniyah, 2005: 199-202).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s