Langsung ke konten utama

Salat Id

"Nabi SAW tidak pergi mengerjakan salat Id pada Hari Idul Fitri, sehingga beliau memakan beberapa butir kurma terlebih dahulu."
(HR. al-Bukhari).
SALAT ID
Salat Id dilaksanakan pada pada Hari Raya Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal dan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah. Salat Id banyaknya dua rakaat, waktunya setelah terbit matahari dan dilakukan secara berjamaah. Hukum salat Id adalah sunah mu'akkad, yaitu sunah yang dianjurkan.
Menurut Imam Malik, tempat yang lebih utama untuk melaksanakan salat Id adalah di tanah lapang, kecuali jika ada halangan seperti turun hujan. Sementara menurut Imam Syafi'i, jika masjid cukup dapat menampung jamaah, maka salat Id lebih utama dilaksanakan di masjid, karena masjid merupakan tempat yang mulia.
A. Pada salat Id tidak disunahkan melakukan azan maupun ikamah.
B. Beberapa Sunah Salat Id :
1. Takbir sebanyak 7× setelah takbiratul ikhram pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedua sebanyak 5× sebelum membaca Al-Fātihah. Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap kali takbir, kemudian membaca tasbih "subhana Allah wa al-hamdu li Allah wa la ilaha illa Allah wa Allahu akbar" (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar) di antara takbir, mengeraskan bacaan bagi imam, sebagaimana Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar melakukan salat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) sebelum melakukan khotbah. Setelah itu Imam menyampaikan dua khotbah (HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tarmizi).
2. Sebelum pergi melaksanakan salat Id disunahkan juga mandi dan berhias dengan memakai pakaian terbaik yang dimiliki. Hasan Ibnu Ali meriwayatkan:
"Rasulullah SAW menyuruh kami pada hari raya agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki, memakai harum-haruman terbaik yang kami punyai, dan menyembelih hewan kurban (pada hari Idul Adha) yang paling gemuk yang kami punyai."
(HR. Hakim dan Ibnu Hibban)
3. Pada Hari Raya Idul Fitri disunahkan makan dan minum terlebih dahulu sebelum pergi salat. Sedang pada Hari Idul Adha disunahkan tidak makan dan minum terlebih dahulu sebelum pergi salat (HR. al-Bukhari). Sementara dalam hadis lainnya disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak makan pada hari Idul Adha (sebelum berangkat salat), sampai beliau pulang dari salat (HR. at-Tirmizi).
(Rujukan : Hasanuddin, Fikih Ibadah, dalam Abdullah [ed.], ETDI Vol. 3 Ajaran, 2003: 41-42).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) ...

Syafruddin Menyerahkan Mandatnya

  Setelah Tentara Belanda meninggalkan Yogyakarta pada akhir bulan Juni 1949, pada tanggal 4 Juli 1949, utusan Republik yaitu Mohammad Natsir, Dr. Leimena dan    Dr. Halim berangkat ke Bukittinggi untuk mengadakan kontak dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra. Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan rombongan tiba di Yogyakarta dari Pulau Bangka. Di lapangan terbang Meguwo mereka disambut para pembesar, rakyat dan anggota UNCI. Sesudah kembalinya pemerintah Republik ke Yogyakarta, pada sidang pertama Kabinet Republik tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin atas nama PDRI menyerahkan mandatnya kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada tanggal 14 Juli 1949, Kabinet Republik Indonesia menerima Persetujuan Roem-Royen. Bantuan Untuk Republik Bantuan untuk Republik Indonesia datang dari Negara Indonesia Timur (NIT). Pertama pada tanggal 11 Juli 1949, NIT memberi sumbangan berupa barang-barang tekstil dan obat-obatan...

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dal...