Samanhudi lahir di Surakarta tahun 1868, ia seorang pedagang batik yang menjawab tantangan merajalelanya pedagang Cina yang mendapat konsesi dari Belanda dengan mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo pada tahun 1911 yang kemudian dibawah Haji Oemar Said Tjokroaminoto menjadi partai politik bernama SI (Sarekat Islam). Setelah Indonesia merdeka Samanhudi mendirikan Barisan Pemberontak Indonesia cabang Solo dan Gerakan Persatuan Pancasila untuk melawan Belanda. Semasa Agresi Belanda II ia membentuk Gerakan Kesatuan Alapalap untuk menyediakan perlengkapan dan pangan bagi tentara. Sempat berbeda pendapat dengan Tjokroaminoto dan berpolemik di media, Samanhudi di masa akhir hidupnya hidup miskin karena perusahaan batiknya mundur dan kemudian bangkrut. Ia wafat di Klaten pada tahun 1956 dalam keadaan berkekurangan. Jenazahnya dimakamkan di Banaran,Grogol, Sukoharjo. Tahun 1961 Haji Samanhudi dianugrahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Indonesia.
Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi). Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dal...
Komentar
Posting Komentar