Langsung ke konten utama

Hijrah

Agus Salim mendorong CSI untuk menempuh kebijakan non-kooperasi dan menarik mundur anggota-anggotanya yang duduk dalam Volksraad. Kebijakan ini disebut Hijrah. Kebijakan ini disebut hijrah untuk mengenang hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M. CSI (Centraal Serikat Islam) kini menjauhkan diri dari setiap aksi politik yang penting. Posisi itu diambil alih PKI untuk melancarkan "kampanyenya yang terakhir untuk mengambil alih kepemimpinan atas gerakan rakyat yang nyaris padam". Kini kancah utama perjuangan berada di tangan cabang-cabang SI pedesaan yang tersisa yang sukar dikendalikan.
Ketika pergerakan politik terpecah-belah, maka pertikaian agama dan budaya pun menimbulkan perpecahan-perpecahan yang makin dalam (Ricklefs, 2005: 365).
Dalam kongres ke-7 di Madiun bulan Februari 1923 dibahas kemungkinan SI mundur dari Volksraad. Diputuskan pula adanya reorganisasi. SI diubah menjadi satu partai yang terdiri dari organisasi pusat dan cabang. SI menjadi PSI (Partai Sarekat Islam).
Usaha konsolidasi tidak berjalan mulus. Kunjungan dan propaganda pemimpin partai ke daerah sering mengakibatkan gejolak yang diikuti kerusuhan menentang pemerintah. Abdul Muis kemudian dilarang ke Sumatra Barat dan kemudian ke semua tempat di luar Jawa. Tjokroaminoto dilarang ke Banjarmasin.
Pada kongres ke-8 PSI di Surabaya tahun 1924 diputuskan mundurnya PSI dari Volksraad. PSI pun menjadi organisasi non-kooperatif (Masyhuri, 2004: 253).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s