Langsung ke konten utama

Raden Mas Tirtoadhisoerjo

RM Tirtoadhisoerjo (1880-1918).
Meski SDI (Sarekat Dagang Islam) sering diidentikkan dengan Haji Samanhudi dari Surakarta, sebenarnya Tirtoadhisoerjo lah pendiri Sarekat Dagang Islam pada tahun 1909 di Jakarta dan tahun 1910 di Bogor, lalu ia mendorong Haji Samanhudi seorang pedagang batik yang berhasil mendirikan SDI di Surakarta pada tahun 1911 sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Cabang-cabang lain segera didirikan. Sementara cabang Surabaya, Tjokroaminoto yang menjadi pemimpin organisasi itu. Baru tahun 1912 SDI berubah nama menjadi Sarekat Islam. Pada tahun 1919 konon SDI telah beranggota 2 juta orang. Anggotanya dibaiat dan kartu anggotanya dianggap sebagai jimat. Tirtoadhisoerjo sendiri sebenarnya adalah lulusan OSVIA (sekolah pamong praja) yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi seorang wartawan, sastrawan dan pemimpin gerakan nasional awal abad 20 sehingga Pramudya Ananta Toer mengabadikannya dalam roman sejarah biografis "Sang Pemula" dan roman yang lain. Tirtoadhisoerjo memang seorang pemula yang sejak 1901 menjadi perintis pers Indonesia dengan menerbitkan beberapa surat kabar seperti Pembrita Betawi, Soenda Berita, Medan Prijaji, Soeloeh Keadilan dan Putri Hindia. Ia pun memiliki penerbitan Sarotama & De Malaische Pers. Soenda Berita yang berbahasa Melayu diterbitkan di Cianjur, sedangkan Medan Prijaji diterbitkan di Jakarta. Semuanya didirikan didanai dan dijalankan oleh orang pribumi. Karena dinilai membahayakan Belanda ia mendapat hukuman buang ke Bandarlampung dan akhirnya meninggal di Jakarta tahun 1918.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerjasama Serikat Buruh SI-PKI

Antara tahun 1918 dan 1921 serikat-serikat  buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggota nya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya buruh trampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama dari SI (Sarekat Islam) dan PKI (Partai Komunis Hindia). Kesuksesan serikat-serikat  buruh itu mendorong orang untuk bergabung dengan mereka. Dengan masuknya anggota-anggota  baru, serikat-serikat  tersebut memainkan peranan penting dalam mempolitisasi para pekerja dan dalam memberi kontribusi terhadap pengembangan dan organisasi anti-penjajahan . Dalam Kongres Nasional SI tahun 1919 terlihat bahwa masalah perjuangan kelas telah menjadi pembicaraan utama. Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000

NU

Para ulama Syafi'i di Jawa yang khawatir dengan pengaruh kaum Wahabi yang berkuasa di Mekah membentuk Komite Hijaz. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya mereka mendirikan Nahdatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama. Pendirinya adalah Hadratu 'l-Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah berlakunya ajaran Islam berhaluan Ahlu 'l-Sunnah wa 'l- Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Pada kenyataannya yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. NU aktif sebagai anggota Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk di zaman Jepang maupun setelah Indonesia Merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Karena berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII dan Perti membentuk Liga Mu

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dalam s