Langsung ke konten utama

Pinjaman Yang Baik

"Who is he
That will loan to Allah
A beautiful loan, which Allah
Will double unto his credit
And multilply many times."
PINJAMAN YANG BAIK
من ذاالذى يقرض الله فرضا حسنا فيضعفه له اضعافا كثيرة
"Siapa yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya." (QS.2:245).
Dalam bahasa Arab, al-qardhu berarti pengalihan sejumlah kekayaan kepada orang lain dengan maksud memberi piutang. Dari sini diketahui bahwa Allah SWT lembut terhadap seluruh hamba-Nya dengan menganjurkan bersedekah dan melakukan beragam kebajikan. Kandungan serupa banyak termaktub dalam ayat-ayat Al-Qur'an lainnya. Semua ini menunjukkan bahwa Allah SWT sangat menganjurkan umat Islam untuk bersedekah dan bermurah hati (ihsan) kepada fakir miskin dan pihak-pihak yang membutuhkan.
A. Pengertian Pinjaman yang Baik.
Terdapat beragam pendapat di kalangan pakar bahasa dan ahli hukum Islam dalam menerangkan kandungan ungkapan "pinjaman yang baik" (al-qardh al-hasan). Secara umum ungkapan tersebut berarti sedekah yang berasal dari harta halal yang diiringi niat tulus demi mencari keridaan Allah SWT.
Raqidi, seorang mufasir, mengatakan bahwa pinjaman yang baik adalah harta halal yang disedekahkan seseorang. Ia tidak mengungkit-ungkit sedekah itu di hadapan orang lain (al-mann) dan juga tidak menyakiti perasaan penerimanya (al-adzâ).
B. Sabab an-Nuzul.
Al-Kalbi menyitir sebab turunnya (sabab an-nuzul) ayat ke 245 surah al-Baqarah tersebut. Ia menuturkan sebuah kisah yang juga diriwayatkan Amirulmukminin Imam Ali bin Abi Thalib berikut ini.
Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang bersedekah, akan memiliki seperti yang disedekahkan di surga." Abu Dahdah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, aku memiliki dua kebun. Apabila salah satunya kusedekahkan, apakah kelak aku akan memiliki kebun seperti itu di surga ?" Rasulullah menjawab, "Benar."
Abu Dahdah pun bertanya, "Apakah istri (Ummu Dahdah) dan anak-anakku juga bersamaku di surga ?" Nabi Muhammad SAW menjawab, "Benar."
Abu Dardah pun membulatkan tekadnya untuk menyedekahkan kebunnya yang terbaik. Sesampainya di kebun itu, ia berjumpa dengan istri dan anak-abaknya. Ia pun menegaskan kepada mereka, "Aku akan menyedekahkan kebunku ini. Dengan begitu aku membeli kebun seperti ini di surga. Sementara engkau, istriku, akan bersamaku dan seluruh anak anak kita."
Tiba-tiba saja meneteslah air mata bahagia dari kedua pelupuk mata istrinya yang beriman itu, yang kemudian berkata, "Semoga yang engkau jual dan beli diberkati Allah SWT, wahai suamiku."
Kemudian perempuan itu segera memanggil anak-anaknya dan meninggalkan kebun itu, karena sudah bukan miliknya lagi. Kini, kebun itu sudah menjadi milik umat Islam yang miskin.
Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa pahala berlipat ganda yang dijanjikan Allah SWT kepada orang yang bersedekah merupakan pahala yang besar. Sesuatu yang besar jika berasal dari Allah SWT berarti tidak terbatas dan tidak terhitung.
(Rujukan :[1] 'Alī, The Meaning of the Holly Qur'an, 1997: 100 ; [2] Al-Mahami, Al-Mausû'ah Al-Qur'âniyah, 2005: 195-196)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

  Sudirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya, Karsid Kartawiraji bekerja sebagai mandor pabrik tebu di Purwokerto. Ibunya, Sijem berasal dari Rawalo, Banyumas. Sejak kecil Sudirman dibesarkan oleh pamannya, Raden Tjokrosoenarjo (kakak ipar Sijem). Sudirman memperoleh pendidikan di   Hollands Inlandse School (HIS) Taman Siswa Purwokerto kemudian pindah ke Sekolah Wira Tama dan tamat pada tahun 1924. Setelah tamat di Sekolah Wira Tama, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo. Jiwa militansi Sudirman tertempa sejak ia masuk Hizbul Wathan (kepanduan Muhammadiyah). Kemudian Sudirman menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah. Pada tahun 1936, Sudirman menikah dengan Alfiah, temannya saat bersekolah di HIS Taman Siswa Purwokerto dan dikaruniai tujuh orang anak. Pada zaman pendudukan Jepang, Sudirman   meninggalkan profesi sebagai guru dan mengikuti latihan militer (Peta). Ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Batalion) ...

Syafruddin Menyerahkan Mandatnya

  Setelah Tentara Belanda meninggalkan Yogyakarta pada akhir bulan Juni 1949, pada tanggal 4 Juli 1949, utusan Republik yaitu Mohammad Natsir, Dr. Leimena dan    Dr. Halim berangkat ke Bukittinggi untuk mengadakan kontak dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra. Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan rombongan tiba di Yogyakarta dari Pulau Bangka. Di lapangan terbang Meguwo mereka disambut para pembesar, rakyat dan anggota UNCI. Sesudah kembalinya pemerintah Republik ke Yogyakarta, pada sidang pertama Kabinet Republik tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin atas nama PDRI menyerahkan mandatnya kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada tanggal 14 Juli 1949, Kabinet Republik Indonesia menerima Persetujuan Roem-Royen. Bantuan Untuk Republik Bantuan untuk Republik Indonesia datang dari Negara Indonesia Timur (NIT). Pertama pada tanggal 11 Juli 1949, NIT memberi sumbangan berupa barang-barang tekstil dan obat-obatan...

Insiden Djawi Hisworo

Menguatnya politik Islam reformis dan sosialisme tidak menyurutkan nasionalisme etnis khususnya nasionalisme Jawa. Menurut Ricklefs, para nasionalis Jawa secara umum tidak menerima Islam reformis dan cenderung melihat masa Majapahit pra Islam sebagai zaman keemasan. Hasil dari pekerjaan arkeologi yang didanai pemerintah, termasuk pembangunan kembali candi-candi pra-Islam yang sangat indah serta penerbitan teks-teks Jawa Kuno oleh para sarjana filologi telah membuat Jawa pra-Islam dikenal baik dan tergambar sebagai titik tinggi peradaban Jawa klasik yang membangkitkan sentimen nasionalis Jawa. Pada tahun 1917, Comité voor het Javaansch Nationalisme (Komite untuk Nasionalisme Jawa) didirikan. Komite ini aktif pada tahun 1918 dengan menerbitkan majalah bulanan Wederopbouw (Rekonstruksi).  Kekuatan penuntun utama di balik gerakan ini adalah Kerajaan Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII (1916-1944). Nasionalisme Jawa dan pembaharuan Islam berbenturan ketika muncul tulisan dal...