Sarekat Dagang Islam (SDI) adalah sebuah organisasi dagang Islam yang didirikan di Kampung Laweyan Surakarta pada tahun 1911 oleh Haji Samanhudi. Haji Samanhudi pada saat itu baru berusia 19 tahun namun sudah menjadi seorang juragan batik yang sukses. Tujuan utama pembentukan SDI adalah untuk memperkuat pedagang setempat dalam menghadapi para pedagang Tionghoa yang menjadi agen bahan batik. Oleh karena para pengusaha batik itu pada umumnya memeluk agama Islam maka sarekat dagang itu juga disebut Sarekat Dagang Islam. Islam di sini identik dengan nasional atau Indonesia. Para pengusaha batik saat itu tidak mengenal kata nasional atau Indonesia. Maklum karena pada umumnya mereka hanya pandai membaca huruf Arab dan berbahasa Jawa. Kata Islam lebih mudah dipahami anggota karena mereka beranggapan bahwa orang Tionghoa tidak tergolong orang Islam (Sudiyono, ENI Vol. 14 2004:418).
Berdirinya SDI disambut baik oleh para pengusaha batik yang berharap dapat membeli bahan batik lebih murah. Namun agar dapat bergerak secara sah SDI memerlukan anggaran dasar yang disahkan pemerintah. Haji Samanhudi yang merasa tidak sanggup menyusun AD/ART meminta bantuan seorang terpelajar Indonesia yang bekerja pada perusahaan dagang di Surabaya, yaitu Umar Said Tjokroaminoto. Pada saat itu timbullah gagasan dari Tjokroaminoto untuk mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam saja. Dengan demikian orang Islam yang bukan pedagang bisa menjadi anggota. Gagasan Tjokroaminoto diterima baik oleh Haji Samanhudi sehingga pada tanggal 10 September 1912 berdirilah Sarekat Islam (SI).
Sementara itu menurut Ricklefs, pada tahun 1909 seorang lulusan OSVIA bernama Tirtoadisurjo yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan, mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910 dia mendirikan organisasi yang sama di Buitenzorg (Bogor). Kedua organisasi tersebut dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedaga ng Indonesia. Pada tahun 1911 Tirtoadisurjo mendorong seorang pedagang batik yang berhasil di Surakarta bernama Haji Samanhudi untuk mendirikan Sarekat Dagang Islam sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Cabang-cabang lain segera didirikan. Di Surabaya Tjokroaminoto menjadi pemimpin organisasi itu.
Berdirinya SDI disambut baik oleh para pengusaha batik yang berharap dapat membeli bahan batik lebih murah. Namun agar dapat bergerak secara sah SDI memerlukan anggaran dasar yang disahkan pemerintah. Haji Samanhudi yang merasa tidak sanggup menyusun AD/ART meminta bantuan seorang terpelajar Indonesia yang bekerja pada perusahaan dagang di Surabaya, yaitu Umar Said Tjokroaminoto. Pada saat itu timbullah gagasan dari Tjokroaminoto untuk mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam saja. Dengan demikian orang Islam yang bukan pedagang bisa menjadi anggota. Gagasan Tjokroaminoto diterima baik oleh Haji Samanhudi sehingga pada tanggal 10 September 1912 berdirilah Sarekat Islam (SI).
Sementara itu menurut Ricklefs, pada tahun 1909 seorang lulusan OSVIA bernama Tirtoadisurjo yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan, mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910 dia mendirikan organisasi yang sama di Buitenzorg (Bogor). Kedua organisasi tersebut dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedaga
Komentar
Posting Komentar